JAKARTA – wartaekspres.com – Seperti “hidup enggan mati tak mau”, begitulah kondisi Koperasi Karyawan Bis Antar Kota (Kowanbisata) Unit Kampung Rambutan, Jakarta Timur yang berbadan Hukum No. 2646/BH/I/ 19 Januari 1991, berkantor di lantai dua, gedung ruang tunggu penumpang terminal bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).
Setidaknya, itulah sekilas gambaran tentang salah satu
lembaga perekonomian rakyat yang ada di negeri Gemah Ripah Lohjinawe ini.
Lantas, kenapa sampai demikian keadaannya ? Masalah klasik,
seperti kondisi perkoperasian di negeri ini pada umumnya, bahwa kesadaran serta
pemahamannya atas berkoperasi, bagi sebagaian besar anggotanya, masih kurang luas
wawasannya, kecuali, hanya paham kalau koperasi itu biasanya bisa memberikan pinjaman
uang seberapa yang mereka inginkan, tanpa harus menaruh anggunan/jaminan surat atau
barang berharga sebagai borgnya.
Celakanya, koperasi yang didirikan justru oleh sebagaian
besar anggota maupun pengurusnya, selalu mengambil langkah keputusan untuk bergerak
di koperasi simpan pinjam, sebagaimana dilakukan oleh Kowanbisata.
Nah, di situlah salah satu diantara sekian penyebab,
tersendat-sendatnya langkah aktivitas koperasi di Indonesia. Sebab, ternyata,
modalnya cekak/minim sekali, namun pinjaman anggotanya lebih besar ketimbang simpanannya.
Sulitnya lagi, pihak terkait dalam pembinaan terhadap
koperasi masih belum tergugah, mereka baru sebatas wacana dan omongan saja akan
membina koperasi, yang ada justru “kuperasi”, dalam berbagai bentuknya, ada sumbangan,
ada partisipasi ini-itu, atas nama ini-itu pula, yang tak jelas dasar hukumnya.
Padahal, manakala koperasi itu berkembang maju, institusi terkait tersebut, akan
diuntungkan juga, karena karyawannya sejahtera, mereka bekerjanya rajin, serta tak
dibebani terlalu berat atas kebutuhan hidupnya yang dikejar setoran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar